Kamis, 26 Januari 2017

Review Film Indonesia Cek Toko Sebelah 2016



Kali ini aku mau coba bahas salah satu film Indonesia yang belum lama ini baru aja dirilis, judul nya Cek Toko Sebelah, sebenernya udah sekitar sebulan yang lalu aku nonton tapi baru aku mau review sekarang hehehe.

Di tengah booming-nya stand up comedy, terutama yang masuk TV dan film dalam 5 tahun belakangan ini, Ernest Prakasa adalah salah satu comedian yang paling aku sukai materi-materinya. Waktu dia diajak Starvision untuk bikin film—menulis, menyutradarai, dan membintangi—Ngenest yang dirilis di ujung tahun 2015 lalu, itu juga turned out to be film komedi Indonesia yang paling aku favoritkan dari antara yang dibuat oleh rekan-rekan sejawatnya. Menurutku, selain film ini punya cerita yang fokus, tema yang diangkat itu riil dan matters, bukan sekadar ketawa-ketiwi belaka atau angkat hal-hal remeh yang dibuat seolah-olah deep-deep gimana gitu. Nggak terlalu lama kemudian, Ernest hadir lagi dengan film Cek Toko Sebelah, sebuah komedi drama dengan cerita orisinal yang lagi-lagi menurutku punya tema dan premis cerita yang intriguing.



Kalau aku lihat penuturan Cek Toko Sebelah ini terbagi rata antara kisah Yohan dan kisah Erwin yang sesekali bersinggungan dengan situasi ayah mereka dan tokonya. Bangunan karakterisasinya juga menurutku sangat realistis sekalipun memang dramatis. Si Yohan yang serabutan dan sempat bandel banget serta pernikahannya dengan Ayu (Adinia Wirasti) yang berdarah Jawa membuat hubungannya dengan Koh Afuk jadi dingin, ingin membuktikan diri bahwa dia sudah move on dan layak dipercaya. Erwin juga kehidupannya tampak lancar-lancar saja sampai permintaan ayahnya tercetus dan cukup mengancam masa depan kariernya yang lagi bagus-bagusnya dan hubungannya dengan kekasihnya, Natalie (Gisella Anastasia). Namun, yang menurutku sangat baik digambarkan di film ini adalah aku jadi nggak pro atau pun kontra ke Yohan atau Erwin. Ketika mengikuti kisah mereka masing-masing, aku merasa yang manapun ngurusin toko Koh Afuk ya nggak masalah, I sympathized with them both, apalagi ini bukan cuma soal toko, tetapi juga soal langkah membangun kembali ikatan sebagai keluarga. Untuk yang ini, aku angkat jempol.

Nah, dengan bangunan cerita yang demikian kuat dan pretty much serius, Cek Toko Sebelah hendak mengangkatnya dalam kemasan komedi. Karena itu, dimasukkanlah berbagai dialog dan adegan komedik, terutama oleh ramainya penampilan komedian dan stand up comedian yang mengisi berbagai peran dan situasi, paling banyak sebagai pegawai toko Jaya Baru. Tak hanya itu, unsur komedi juga disisipkan ke parodi nama produk dan perusahaan XD. Terus terang aku sangat terhibur dengan sisi komedinya, materinya emang beneran lucu dan disampaikan dalam timing yang tepat pula, sehingga filmnya juga nggak melulu berada di sisi dramatis dan melankolisnya. Bisa jadi ini film Indonesia sepanjang tahun 2016 yang bikin aku ketawa paling banyak, humornya banyak yang cocok sama aku.

Namun, hubungan antara sisi drama dan komedi inilah yang menurutku sedikit problematik. Dari segi penuturan, film ini sebenarnya berhasil menyeimbangkan antara lucu dan haru dengan baik, saat adegan serius pun humornya bisa masuk dengan cara yang sopan.



Meski demikian, buatku Cek Toko Sebelah tetap mampu memberikan tontonan menghibur dan bermakna. Dari cerita yang menurutku begitu orisinal serta permasalahan yang riil dan actually penting, diangkat menjadi film yang mudah diterima oleh banyak kalangan. Dan, mungkin yang paling menarik buatku adalah melihat beyond the story, yang menunjukkan bahwa Ernest berpotensi jadi filmmaker yang diperhitungkan, minimal di penggarapan cerita. Performa pemainnya juga oke, terutama Dion dan Chew Kinwah plus para komedian yang mampu memberi impresi setiap muncul di layar, walau memang beberapa saat terasa terlalu fanservice-ing dengan durasi lawak yang extended. Desain produksinya jauh lebih baik dari Ngenest, serta mampu memberikan penekanan di momen drama dan di komedinya dengan oke, sehingga filmnya terasa dinamis sekaligus berisi. Malahan, jika memang mau, menurutku film ini menunjukkan Ernest bisa saja suatu saat menggarap cerita film drama atau mungkin black comedy. Looking forward to that.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.